Ujian Nasional, Jurang Kehancuran Pendidikan di
Indonesia..
Gambaran
umum mengenai Ujian Nasional adalah sistem evaluasi pendidikan di tanah air
sebagai tolak ukur kelulusan para siswa dari bangku sekolah yang tengah
dijalaninya. Berdasarkan keputusan pemerintah, nilai Ujian Nasional memilki
bobot persentase nilai yang lebih tinggi daripada Ujian Sekolah yakni berkisar
60% sementara Ujian Sekolah hanya 40%. Dengan demikian, tak khayal jika UN
menjadi momok yang cukup mengerikan bagi kalangan pelajar di Indonesia.
Jika kita
melihat kembali sejarah perjalanan sistem pendidikan nasional khususnya dalam
hal evaluasi, Indonesia sebenarnya telah menerapkan sistem evaluasi yang
fluktuatif dari masa ke masa. Pada tahun 1950-1960-an Indonesia menerapkan
Ujian Penghabisan. Tahun 1965-1971 menjadi Ujian Negara. Kemudian tahun
1972-1979 ujian dilaksanakan oleh sekolah masing-masing. Tahun 1980-2000
dilakukan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Baru pada tahun
2001-2004 berlaku Ujian Akhir Nasional (UAN) yang selanjutnya pada tahun 2005
berganti nama menjadi Ujian Nasional (UN).
Sejatinya
pemerintah mengadakan UN memiliki tujuan yang baik yaitu untuk mengukur
pencapaian hasil belajar para siswa selama ia bersekolah. Hal ini juga
dilakukan pemerintah untuk memantau apakah sistem pembelajaran di
sekolah-sekolah sudah terbilang sukses atau belum. Karena pemerintah yakin
dengan kualitas pendidikan yang bagus maka akan menghasilkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang bagus pula. UN juga menjadi alat penilaian pada daerah-daerah
di Indonesia, manakah daerah yang perlu perhatian khusus dari pemerintah untuk
ditingkatkan mutu pendidikannya serta fasilitas pendidikan yang diperlukan oleh
daerah tersebut. Pemerintah juga menjunjung tinggi pendidikan yang bermutu
yakni pendidikan yang berhasil membentuk siswa yang cerdas, berkarakter,
bermoral, dan berkepribadian sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU Sisdiknas.
Namun
pada realitas kehidupannya, banyak kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan
UN. Banyak pro dan kontra dari berbagai pihak. Dan banyak problematika yang
belum ada titik temunya. Banyak desas desus mengenai kunci jawaban UN dan
sebagainya.
Dalam
hal ini penulis tidak akan memihak dan berusaha untuk netral mengenai UN.
Karena setiap permasalahan tentu memiliki dampak positif dan tentu saja
memiliki dampak negatif.
Ujian
Nasional merupakan hal yang positif bagi pendidikan Indonesia apabila dalam
pelaksanaannya tidak ada perilaku-perilaku yang menyimpang dengan norma-norma.
Ujian Nasional juga memiliki potensi untuk lebih ditingkatkan lagi sistem
pelaksanaannya. Hal ini seperti yang telah dicanangkan pemerintah yaitu Sistem
UN Online 2015 yang akan menggunakan sistem trial dan error.
Sejatinya
program pemerintah dalam rangka meningkatkan pendidikan Indonesia sudah cukup
baik sejauh ini. Hanya saja, dalam praktiknya masih saja mengalami
kendala-kendala baik dari segi SDMnya hingga masalah-masalah terkait dengan UN
itu sendiri. Banyak oknum yang melakukan pelanggaran dengan menjual kunci
jawaban UN.
Dan
juga UN membuat generasi muda yang tidak dapat mengapresiasikan bakat dan
kreatifitasnya. Jiwa-jiwa kreatifitas dan seni mereka telah terbelenggu dengan
adanya UN. Mereka tertekan karena harus terus belajar hal yang mungkin tidak
mereka sukai. Contohnya saja matematika, banyak murid yang mengeluh mengapa
mereka harus mempelajari itu untuk UN padahal banyak dianatara mereka yang tidak
memiliki kemampuan di bidang akademik seperti itu. Mungkin saja kemampuan
mereka lebih pada olahraga dan seni. Karena kecerdasan terbagi menjadi beberapa
golongan seperti kecerdasan linguistik, kinestik, dll. UN membelenggu mereka
karena mereka dituntut untuk menjadi robot yang canggih untuk menghapal suatu
materi.
Sudah
sepantasnya pemerintah lebih mengkaji lagi mengenai sistem evaluasi belajar. Dan
bukankah lebih baik jika pemerintah melakukan evaluasi pada proses belajar
bukan semata-mata pada hasil pembelajaran kan?