Monday, November 10, 2014

Sunday, November 9, 2014

Tinjauan Kritis Akan Buku


Eksistensi  Buku  di  Kalangan Mahasiswa
                                   
Buku sejatinya merupakan “The source of Knowledge”. Iya, buku merupakan pusat dari segala ilmu di muka bumi ini. Buku merupakan sebuah asset dari ilmu dan pembelajaran hidup. Buku merupakan reproduksi ilmu pengetahuan. Buku layaknya sebuah berlian yang sangat bernilai harganya. Mulai dari usia belia hingga usia yang mencapai tingkat kepala lima, semua jenjang usia tersebut pasti mempunyai koleksi buku yang mereka suka. Usia balita contohnya pada masa-masa itu mereka pasti menyukai buku yang berbau buku dongeng dan cerita rakyat. Lalu disusul pada zaman anak-anak yang beseragam putih merah tentu saja sebagian dari mereka menyukai buku-buku yang berbau cerita jenaka dan komik-komik bergambar seperti komik Doraemon. Dan hingga tiba masanya berseragam putih biru yang lebih menyukai buku-buku pengetahuan dan biografi tokoh-tokoh  ternama. Hingga akhirnya mereka beranjak remaja berseragamkan putih abu-abu tentu saja menyukai novel romance. Juga para mahasiswa yang memerlukan beranekaragam buku.
Berbicara mengenai mahasiswa, sejatinya seorang mahasiswa memiliki tugas utama sebagai “agent of change” bangsa ini. Memiliki peranan yang penting dalam membangun bangsa sudah sepantasnya mereka harus memiliki landasan ilmu yang kokoh. Hal itu dapat dicapai dengan kebudayaan membaca sebuah buku. Seorang mahasiswa harus memiliki wawasan yang luas sehingga memiliki pemikiran yang kritis dalam menghadapi permasalahan bangsa Indonesia. Sebagai kaum intelektual, sudah selayaknya jika kaum mahasiswa memiliki ketertarikan pada buku. Ketertarikan pada membaca buku hingga pada titik klimaks ketertarikan untuk menciptakan karya dengan menulis buku.
Buku bagaikan sahabat bagi para mahasiswa karena sangat bermanfaat. Buku ialah gudang ilmu. Di dunia kampus masa kini, buku menjadi sebuah pijakan dalam pengerjaan tugas-tugas kuliah serta dalam proses perkuliahan itu sendiri. Namun sangat disayangkan, karena hanya sebagian kecil mahasiswa saja yang mengerti makna penting dari sebuah buku.
Terlebih lagi, memasuki era globalisasi masa kini dimana internet mulai menjarah peradaban manusia hingga akhirnya membuat para mahasiswa melupakan buku dan berpindah haluan pada internet. Saya akui, internet memang memudahkan kita dalam mencari informasi-informasi yang kita perlukan. Tetapi, hal ini bukan berarti internet bisa menggantikan fungsi dasar sebuah buku.
Maraknya penyalahgunaan internet di kalangan mahasiswa sangat memprihatinkan. Banyak mahasiswa yang menggunakan jalan pintas dengan mengcopy paste tugas dari sumber-sumber intenet. Hal ini seharusnya tidak mungkin terjadi apabila mereka memiliki referensi dalam pengerjaan tugas-tugas kuliah. Nah referensi itu dapat digali pada buku-buku yang mereka miliki maupun buku-buku yang terdapat di perpustakaan kampus maupun perpustakaan negara.
Di sisi lain, alhamdulillah masih banyak kalangan kaum intelektual  yang menjaga peradaban buku pada era masa kini. Mereka menyukai buku-buku dan menjadikan buku sebagai sahabat mereka dalam referensi pengerjaan tugas dan bahkan mereka mengkoleksi buku-buku di rumah mereka. Koleksi buku mulai dari buku filsafat, keagamaan, ekonomi hingga buku-buku yang beraliran novel romantis.
Wahai kawan-kawan seperjuanganku di bangku perkuliahan, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda masuk ke dalam tipe pertama yang memiliki kecendrungan cinta pada internet dan oposisi pada buku atau masuk ke dalam tipe kedua yang menjaga kelestarian budaya membaca buku? Sungguh naïf apabila kita semua mengatakan bahwa kita adalah kaum intelektual padahal kita tidak memiliki satupun buku di lemari belajar kita. Tengoklah sejenak lemari buku di rumah kita dan ambilah satu buku kemudian bacalah. Karena dengan membaca akan membuat kita keluar dari belenggu kebodohan.

Puisi


Dimanakah Suara Kami Akan Bermuara Kini??

 

Wahai anggota dewan yang bijaksana..
Akankah suara kami Engkau dengar?
Akankah jeritan kami Engkau hiraukan?
Akankah demokrasi kami Engkau sambut?

Wahai pejabat-pejabat Kebon Sirih dan Senayan..
Mengapa Engkau rayu kami tuk memilihmu?
Mengapa Engkau tipu dayakan kami tuk memihakmu?
Mengapa Engkau cuci otak kami tuk mendukungmu?

Dengan segala syair-syair kampanyemu yang meyakinkan
Dengan segala janjimu yang begitu manis layaknya madu sang lebah
Dengan segala kedermawananmu tuk memprioritaskan rakyat
Dengan segala sumpah setiamu akan pengabdian kepada Tanah Air

Kami memilihmu
Kami berpihak padamu
Kami mendukungmu
Kami jembatani Engkau tuk jadi perwakilan kami di singgasana pemerintah

Iya, kami percaya padamu..

Waktu trus bergerak
Hingga tiba saatnya Engkau menunjukkan pengabdianmu pada ibu pertiwi
Namun inilah..
Bukti nyata ketidaklayakanmu menjadi perwakilan kami

RUU Pilkada
Bukti nyata bahwa Engkau hanya memanfaatkan kami demi kepentingan golonganmu
Bukti nyata bahwa Engkau ingin menusuk kami secara perlahan
Menusuk kami dengan mengambil suara kami
Menusuk kami dengan membungkam aspirasi kami

Sungguh politik yang kejam nan egois

Ohh sungguh betapa malangnya nasib kami
Menjadi kaum minoritas
Menjadi kaum yang teracuhkan
Menjadi kaum yang tuna wicara

Takdir tlah berbicara
Tersahkanlah UU PIlkada oleh Ibu Popong
Yang membuat kami begitu larut dalam kekecewaan
Begitu larut dalam kesunyian demokrasi di tanah sendiri

Kami sebagai insan minoritas
Kini hanya bisa menggigit jari
Akan ketidakberdayaan kami menentang
Hingga akhirnya harus kembali lagi pada rezim orde baru Soeharto

Satu pertanyaan terbesit di benak kami
Jawablah!
Wahai perwakilan kami..
Dimanakah suara kami akan bermuara kini?