Sunday, June 21, 2015

PKMFE 2915


PKMFE 2015 : Peduli, Tangguh
dan Bersatu Dalam Warna Yang Baru
Oleh : Siska Rahmiati
Kelompok 12, Bung Hatta

            Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Fakultas Ekonomi (PKMFE) merupakan sebuah ajang dalam mencari bibit-bibit baru pemimpin Fakultas Ekonomi kemudian menanamkan bibit tersebut dengan nilai-nilai apik yang terhamonisasikan agar kelak menuai hasil yang optimal yakni pemimpin yang peduli, tangguh, dan berdaya guna. Acara PKMFE ini diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE) bekerjasama dengan seluruh organisasi yang terdapat di Gedung L Fakultas Ekonomi. Maksud dari keberlangsungan PKMFE tentu saja menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan yang berkarakter sesuai dengan jargon PKMFE 2015 “Peduli, Tangguh, dan Berdaya Guna”. Acara PKMFE ini juga merupakan alur kaderisasi dari BEM FE.
            Rangkaian acara PKMFE telah dimulai sejak bulan Mei 2015 silam. Briefing PKMFE diadakan pada Jumat, 22 Mei 2015 di Gedung Adm Lantai 4. Dalam briefing terdapat pembagian kelompok dan ketentuan-ketentuan lainnya seputar PKMFE. Berlanjut ke rangkaian acara berikutnya yakni Pra PKMFE yang jatuh pada Sabtu, 30 Mei 2015 bertempat di Gedung Adm Lantai 3. Pra PKMFE berlangsung dengan suguhan-suguhan materi dan diskusi mahasiswa yang sangat menarik. Narasumber pertama adalah Ferly Ferdyant yang memaparkan mengenai negosiasi. Pertanyaan pembuka yang dihaturkan Ferly salah satunya “Kenapa harus menjadi negosiator handal?” Lalu tips bagaimana menjadi seorang negosiator handal diantaranya terpercaya, percaya diri, menguasai substansi materi, dan menguasai teknik komunikasi.
“Jangan pernah bernegosiasi karena takut,
tetapi jangan takut untuk bernegosiasi”
John F. Kennedy

            Narasumber berikutnya yang dihadirkan saat Pra PKMFE ialah Roby. Kak Roby menjadikan Pra PKMF sebagai sarana diskusi yang asyik bagi peserta PKMFE. Topik diskusi kali ini berkaitan dengan pendidikan di Indonesia. Beragam masalah disajikan kepada tiap kelompok untuk didiskusikan hingga akhirnya terciptalah sebuah konklusi berupa solusi. Berlanjut ke narasumber terakhir adalah Muhammad Yusuf. Materi Manajemen Advokasi Sosial rupanya menjadi ending dari kegiatan Pra PKMFE. “Menjadi advokat kampus yang baik yaitu tidak semata-mata bersifat charity, tidak blaming the victims, tidak menjadi monopoli kaum elit, advokasi adalah alat siapa saja untuk memperjuangkan perubahan kebijakan dan keadilan sosial mahasiswa,” ujar Kak Yusuf menutup acara pada hari itu.
            Tak hanya dibekali dengan ilmu-ilmu baru guna menunjang sosok pemimpin, para peserta juga ditingkatkan skill penulisan oleh panitia dengan beragam penugasan individu berupa essay. Hingga momentum yang ditunggupun datang. PKMFE 2015 berlangsung selama tiga hari berlokasi di Villa DMP, Curug Cilember pada 12-14 Juni 2015. Sebelum keberangkatan menuju puncak, para peserta dikumpulkan di Teater FE untuk mendengarkan arahan rute ke Villa DMP. Antusiasme peserta yang hadir saat Pas PKMFE sangatlah tinggi. Usai pelepasan oleh panitia, tiap kelompok bergegas meninggalkan kampus menuju tempat PKMFE dengan semangat membara.

            Hari pertama PKMFE 2015, para peserta diberikan batasan waktu oleh panitia pukul 17.00 untuk sampai ke Villa DMP dengan membawa seluruh perlengkapan individu maupun kelompok. Materi yang berkualitas disuguhkan oleh narasumber pertama Pas PKMFE yaitu Rizal Dharma Saputra, Mantan Kadept Sospol BEM FE. Kak Rizal menyampaikan materi terkait Manajemen Aksi Tingkat Tinggi. Disajikan pula video gerakan mahasiswa masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Tak hanya itu Kak Rizalpun bercerita bahwa FE pernah berkontribusi menghadirkan massa aksi berjumlah 500 orang pada masa beliau. Tips dan trik dalam menggaet massa aksipun diberikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Usai materi rangkaian acara dilanjutkan dengan simulasi aksi. Para perangkat aksi pun dirancang sedemikian rupa oleh Jenderal Lapangan yang mencalonkan diri yakni Ivan dari Jurusan Akuntansi 2014. Hiruk pikuk aksi semakin meriah dengan adanya aksi tandingan dan guyuran air, tepung, hingga petasan oleh panitia. Semoga dengan diadakannya simulasi aksi saat PKMFE ini membuka lebar mata dan jendela jiwa mahasiswa akan perannya dan keberadaannya untuk turun ke jalan membela rakyat Indonesia yang tertindas. Karena sejatinya diam adalah pengkhianatan.
            PKMFE betul-betul mendidik para peserta agar menjadi insan yang peduli terhadap sesama, tangguh, serta berdaya guna untuk orang lain. Peserta yang hadir pun lintas angkatan mulai dari angkatan 2012, 2013 hingga 2014. Materi selanjutnya dipaparkan oleh Abdi Nugraha Hafid. Kak Abdi membawakan Urgensi Kaderisasi dengan sangat menarik. Urgensi kaderisasi diantaranya untuk menjamin keberlangsungan organisasi, pewarisan nilai-nilai organisasi, dan membentuk pemimpin dalam oragnisasi tersebut.

“Kaderisasi bagai menanam bibit. Maka, pemimpin dimasanya harus menanam.”
Mohammad Hatta~

            Materi, diskusi, simulasi, dan lain-lain merupakan bekal untuk para peserta melangkahkan kakinya menuju gerbang organisasi. Dimana dalam berorganisasilah ilmu baru yang tidak kita dapatkan di bangku perkuliahan akan kita petik untuk kemaslahatan orang banyak. Semoga dengan berakhirnya rangkaian briefing, Pra dan Pas PKMFE dapat menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih baik lagi dan siap untuk menjadi pemimpin masa depan dengan mengaktifkan kembali gerakan mahasiswa yang mulai padam. Meski demikian masih tersisa satu rangkaian lagi yaitu Pasca PKMFE 2015 yang akan berlangsung pada saat acara Good Motivation And Training (GOOD MORNING) September mendatang.

            Akhir acara Pas PKMFE dengan diumumkannya Kelompok Tertangguh PKMFE yang jatuh pada Kelompok 10 dan Kelompok Peduli yang jatuh pada Kelompok 1 serta Kelompok Terbaik yang dinobatkan kepada Kelompok 12, Bung Hatta. Semoga para peserta PKMFE dapat menjadi kader-kader yang mampu mengharumkan nama Fakultas Ekonomi, UNJ, serta Indonesia. Amin.


    

Saturday, June 6, 2015

Tugas PKMFE 2015


Eksistensi Tridharma Perguruan Tinggi
di Kalangan Mahasiswa Masa Kini
Oleh : Siska Rahmiati

Berbicara mengenai mahasiswa tentunya sangat identik dengan semangat dan militansi. Ya, kedua hal tersebutlah yang membedakan antara mahasiswa yang notabenenya adalah pemuda dengan kaum golongan tua. Namun, masihkah hal tersebut tertanam dalam benak setiap mahasiswa kini? Hanya segilintir saja mahasiswa yang memiliki semangat bak api yang membara. Hanya segelintir saja mahasiswa yang memiliki jiwa militansi dan berani menyuarakan aspirasi masyarakat terhadap pemerintah yang tidak pro rakyat. Hanya segilintir saja mahasiswa yang dapat mendengar rintihan masyarakat kecil dan membela rakyat yang tertindas. Dimanakah mahasiswa kini? Apakah rekan-rekan mahasiswa tertidur lelap dengan canggihnya teknologi masa kini? Ataukah mereka asyik dengan urusan masing-masing dan alhasil menutup mata serta berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi pada negeri ini?
Di zaman globalisasi kini, semakin tenggelamnya pemahaman-pemahaman mahasiswa akan perannya sebagai agent of change, iron stock dan juga social control. Mahasiswa seperti lupa arah dalam kehidupannya di kampus layaknya nahkoda yang hilang kendali dalam mengarungi ombak di lautan. Miris sekali melihatnya ketika mahasiswa apatis terhadap sesama rekan mahasiswa yang lain, masyarakat bahkan ibu pertiwi tempat mereka dilahirkan. Jika para mahasiswa yang telah mengenyam begitu banyak ilmu di bangku kuliah saja sudah tidak peduli terhadap Indonesia lantas siapa lagi yang akan meneruskan perjuangan para pahlawan Indonesia zaman penjajahan silam? Wahai kawanku, wahai saudaraku, bangunlah dari keapatisan dirimu. Mari kita berpegangan erat menata peradaban bangsa ke arah yang lebih baik lagi. Bersama kita suarakan aspirasi rakyat. Karena sejatinya diam adalah pengkhianatan.
Jikalau semangat rekan-rekan mahasiswa telah berkobar, niscaya semangat tersebut akan terus membara dan menular kepada masyarakat Indonesia. Jika tiap mahasiswa telah memiliki tekad yang kuat untuk membangun bangsa, inilah saat yang tepat tuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai Tridharma Perguruan Tinggi. Karena dimasa sekarang telah surutnya pemahaman akan Tridharma Perguruan Tinggi. Eksistensi hal tersebut mulai goyah dan tergantikan dengan hal-hal lain yang tidak membawa faedah secuilpun untuk bangsa Indonesia. Hal ini dapat kita rasakan di sekitar kampus tempat kita menimba ilmu. Jawablah dengan jujur, lebih banyak mana antara mahasiswa yang berburu berita terkini untuk dikaji dan didiskusikan bersama hingga akhirnya terdapat sebuah kesepakatan untuk turun ke jalan dengan para mahasiswa yang hanya menjadi “sampah kampus” merokok di lingkungan akademik dan nongkrong berjam-jam yang pembahasannya tidak mencerminkan bahwa mereka adalah bagian dari civitas akademika? Masih banyak bukan rekan-rekan kita di kampus yang hanya memperdulikan kesenangan individu mereka saja? Tetapi patut disyukuri masih banyak pula mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi dan aktif yang biasa mendapat julukan “aktivis kampus”.
Itulah lika-liku dalam dunia perguruan tinggi. Terdapat banyak jalan yang perlu kita pilih dan telusuri lebih jauh. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya dengan bijak untuk memilih jalan yang benar. Jalan yang sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Eksistensi Tridharma Perguruan Tinggi tempo ini perlu dijunjung tinggi. Pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat itulah yang perlu menjadi panutan para mahasiswa saat ini dan terus lanjut ke kehidupan yang akan datang. Permasalahan yang konkret saat ini adalah masih banyaknya mahasiswa yang kurang memahami dengan jelas makna dari Tridharma Perguruan Tinggi. Masih banyak pula mahasiswa yang enggan terjun untuk mengabdi pada masyarakat. Disisi lain terdapat pula masyarakat yang tidak mengetahui bagaimana caranya mengaplikasikan Tridharma Pendidikan.
Untuk itu diperlukanlah peran serta dari semua pihak untuk terus memupuk dan menjaga Tridharma Perguruan Tinggi agar terus eksis di kalangan mahasiswa. Solusi yang ditawarkan oleh pihak kampus Universitas Negeri Jakarta pun banyak ragamnya untuk mendukung keberlangsungan Tridharma. Mulai dari diadakannya Pekan Kegiatan Mengajar (PKM) untuk jurusan kependidikan yang mencerminkan Tridharma “Pendidikan”. Selain itu pihak kampus turut serta mendukung para mahasiswanya untuk aktif dalam pembuatan PKM 5 Bidang yang diantaranya berkaitan erat dengan Tridharma “Penelitian” dan “Pengabdian Masyarakat” yakni PKM GT dan PKM AI.
            Begitu banyak langkah-langkah nyata yang dijalankan oleh pihak kampus dalam pemberdayaan Tridharma Perguruan Tinggi. Hal ini patut kita teladani. Dan sebagai mahasiswa kita juga harus turut serta mendukung dengan cara ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang berlangsung. Menjadi mahasiswa yang bisa menyesuaikan antara akademik dengan amanah-amanah dalam organisasi kampus maupun kegiatan extra kampus menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Selain itu hal-hal nyata yang dapat dilakukan adalah dengan turut serta menjadi pengajar Community Development (Comdev). Saat ini UNJ telah memberdayakan Comdev baik di tingkat universitas maupun ranah fakultas dan jurusan. Di Fakultas Ekonomi sendiri saat ini telah merintis lahirnya Comdev di Fakultas termuda UNJ ini. Hari ini telah menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa FE masih peduli akan masyarakat dan turut dalam pengaplikasian Tridharma Perguruan Tinggi. Pada hari sabtu ini, (6/6) para pengurus Comdev yang berjumlah 4 orang dengan para relawan pengajar yang berjumlah 5 orang hadir bersama-sama ke tempat yang akan diselenggarakannya Comdev FE. Angkatan 2012, 2013, dan 2014 berpadu satu menjadi bagian dari Comdev FE UNJ. Lokasi yang cukup memprihatinkan di wilayah Pernas Kalimalang menjadi bukti nyata bahwa masih ada mahasiswa yang memiliki semangat juang untuk terus menegakkan pendidikan bangsa dan mengabdi pada masyarakat.
            Melihat anak-anak tersenyum bahagia hari ini sangat mendamaikan hati. Harapan bangsa tergenggam di tangan mereka semua. Dan jika bukan kita yang peduli pada nasib mereka, siapa lagi? Melihat antusiasme anak-anak tersebut dan masyarakat sekitar membuat saya semakin sadar akan pentingnya peran mahasiswa dalam membangun bangsa. Dan jalur untuk meniti bangsa terbentang lebar dengan arahan yang sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Semoga kedepannya semakin banyak mahasiswa yang tertular virus-virus kepekaan sosial dan menjunjung tinggi Tridharma Perguruan Tinggi dengan setulus hati.(SR)

Monday, June 1, 2015

Bank Syariah


Perbankan Syariah di Indonesia, Menjanjikankah?


Pada era globalisasi kini, kegiatan perekonomian di Indonesia masih menitikberatkan pada penerapan sistem ekonomi konvensional dibandingkan penerapan sistem ekonomi syariah. Padahal mayoritas penduduk Indonesia adalah seorang muslim beragama Islam. Masih minimnya pengimplementasian ekonomi syariah dalam kehidupan masyarakat Indonesia menjadi sebuah tanda tanya besar. Pasalnya, sistem ekonomi syariah sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW ketika beliau berusia sekitar 16-17 tahun. Kala itu Rasulullah melakukan kegiatan perdagangan dengan sistem murabahah atau bagi hasil yang harga pokoknya diinformasikan oleh penjual kepada pembeli dan keuntungan didapat dari hasil negosiasi antara penjual dan pembeli.
Sejatinya sistem ekonomi syariah memiliki keunggulan yang dominan dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional. Putri Humairoh, seorang mahasiswi Ekonomi dan Administrasi 2013 yang saat ini tengah menjabat sebagai Wakil Kepala Biro Inkestra BSO KSEI FE UNJ mengatakan bahwa tujuan ekonomi syariah yakni kebermanfaatan dan kemaslahatan umat. Dimana kata maslahat mengandung ungkapan makna yang lebih tinggi dari sekedar kebermanfaatan. Letak keberhasilan ekonominya ternilai dari kesejahteraan masyarakat, berbeda 180 dengan ekonomi konvensional yang menitikberatkan pada keuntungan semata. Putri menambahkan, “Selain itu segala penerapan ekonomi syariah berpedoman pada syariat Islam yakni Al-Quran, hadist, dan ijtihad guna mencapai tujuan menuju fallah dunia dan akhirat.”

Menelisik lebih jauh mengenai perekonomian bangsa yaitu dalam dunia perbankan Indonesia, pihak perbankan konvensional untuk mencapai laba atau profit menerapkan sistem “bunga” pada transaksi yang terjadi. Padahal faktanya prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur seperti perniagaan atas barang-barang yang haram, bunga (riba), perjudian dan spekulasi yang disengaja, serta ketidakjelasan dan manipulatif dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut. Bunga pada perbankan konvensionalpun sudah setara dengan riba nasi’ah yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
            Reni Anggriani, seorang Customer Service Bank Mandiri Syariah Cabang Rawamangun memaparkan perbedaan-perbedaan yang mendasar antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah. Salah satunya yakni penerapan bunga pada bank konvensional jelas berbeda dengan bank syariah yang mengusung akad mudharabah dan wadi’ah. Pada bank konvensional tingkat bunga yang diberikan oleh bank bersifat tetap tanpa memerhatikan apakah nasabah yang bersangkutan diuntungkan atau sebaliknya.  Sementara dalam mudharabah, nasabah bertindak sebagai pemilik dana dan bank sebagai pengelola dana serta keuntungan yang diperoleh nasabah sesuai dengan pengelolaan dana oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Sementara dalam wadi’ah, nasabah hanya menitipkan dananya kepada bank dan keuntungan yang diperoleh nasabah berupa bonus bulanan dengan kisaran bonus yang diperoleh tergantung pada kebijakan bank tersebut. Dalam penyaluran atau pengeluaran dana di bank syariah terbatas pada tujuan penggunaan dana yang halal baik itu dalam aspek pendirian atau pengembangan usaha maupun konsumtif. Selain itu, seluruh kegiatan perbankan syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan hubungan dengan nasabah dalam bank syariah berbentuk kemitraan. 


Terkait sejarahnya, bank syariah di Indonesia dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram. Sistem perbankan syariah di Indonesia saat ini masih berinduk pada Bank Indonesia. Dilihat dalam perspektif bisnis, berdirinya bank-bank syariah di Indonesia merupakan sebuah terobosan besar dan kemajuan pesat serta berpeluang menjadi bisnis yang potensial. Terlebih lagi saat ini perkembangan perbankan syariah akan ditandai dengan penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Besar harapan masyarakat Indonesia agar perekonomian Indonesia dapat maju dan mampu menyejahterakan masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukanlah sebuah sistem perekonomian yang baik dan menjanjikan. Penerapan ekonomi syariah adalah solusi yang tepat guna dalam menyelesaikan permasalahan perekonomian bangsa. Dan juga perbankan syariah dapat menjadi rujukan utama dalam hal menabung secara halal nan benar. Putri mengemukakan bahwa banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh bank syariah kini namun percayalah tersirat banyak hikmah dibalik semua itu. “Bank syariah saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Antusiasme masyarakat untuk beralih pada bank syariah berhubungan pula dengan kehalalan keuntungan yang diperoleh nasabah, pengelolaan dana oleh bank dan kefallahan dunia dan akhirat,” ujar Ibu Reni. Selain itu, Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.

Oleh : Siska Rahmiati
Foto dokumentasi oleh : Farida Eka Safitri

Pendidikan Indonesia


Mengenal Pendidikan Indonesia Lebih Dekat

Oleh : Siska Rahmiati

Menyelami suka duka pendidikan Indonesia tempo lalu, berwisata hati menyusuri potensi pendidikan Indonesia saat ini, berperan membangun peradaban pendidikan Indonesia masa yang akan datang, itukah yang harus kita lakukan?

Pendidikan merupakan langkah awal dalam merubah peradaban suatu bangsa. Pendidikan layaknya jiwa suatu negara, tak kasat mata namun memiliki andil besar dalam pembangunan negara tersebut melalui sumber daya manusia yang berkualitas tentunya. Terlebih lagi di Indonesia yang hingga Februari 2014 silam Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 118,2 juta orang. Dan dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia yang menembus angka 1,21% tak diragukan lagi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 akan berkembang sangat pesat. Banyaknya sumber daya manusia di Indonesia merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat dan  memfasilitasi rakyatnya menjadi tenaga kerja berkualitas melalui dunia pendidikan. Serta peranan pemerintah dalam mengontrol irama pendidikan di Indonesia.
Ditelaah lebih dalam lagi, menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) angka indeks tingkat pendidikan Indonesia dinilai masih dalam taraf rendah. Dimana dalam pengajaran pendidikan masih sekenanya, peserta didik hanya menjadi tahu akan suatu ilmu tapi tidak paham. Peserta didik sekedar tahu sehingga tidak bisa berkembang mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, masalah-masalah lain yang perlu ditelisik menyangkut moralitas dan karakter dalam pendidikan peserta didik. Dewasa ini, makin ambruknya moral penerus bangsa. Hal ini dapat dilihat dari maraknya tawuran antar pelajar, tindak asusila di kalangan pelajar dan kabar terhangat yakni bikini party pasca Ujian Nasional (UN).
            Lantas mau dibawa kemana arah pendidikan Indonesia kedepannya? Akankah pendidikan Indonesia mampu bersaing dalam kancah internasional? Apakah hal demikian akan terealisasikan atau hanya sekedar menjadi harapan belaka?
Pendidikan Indonesia yang berkarakter, bermoral, cinta Indonesia dan merujuk pada Pancasila seharusnya ditumbuhkan dari lingkungan pertama yakni keluarga. Kemudian berlanjut dalam lingkungan akademik terstruktur seperti sekolah dan bangku perkuliahan hingga pada akhirnya mampu menghasilkan output yang memiliki kesesuaian ritme dalam masyarakat. Cikal bakal generasi emas Indonesia akan lahir dengan pendidikan yang dapat menghargai apa yang generasi Indonesia lakukan juga pendidikan berkarakter sesuai dengan pedoman bangsa Indonesia, UUD 1945 dan Pancasila. Pendidikan sudah seyogyanya menghargai proses bukan semata-mata prestise dan predikat nilai semata.
Pendidikan di Indonesia harus mampu merangkul seluruh aspek kependidikan termasuk dalam hal ini para peserta didik dari berbagai kalangan. Pendidikan yang tidak pandang bulu dimana pendidikan bermakna menyeluruh tidak memandang golongan kaya, menengah maupun miskin. Karena sejatinya pendidikan ada untuk semua orang sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31.
Jika kita menjiwai setiap hal yang tersirat dalam UUD Pasal 31 tentunya pendidikan Indonesia akan lebih baik lagi. Dalam hal ini diperlukan peranan penting dari pemerintah dalam hal membuat sistem pendidikan yang tepat guna menciptakan wahana pembentukan karakter bangsa. Selain itu evaluasi menjadi acuan yang sangat penting untuk menilai apakah sistem pendidikan saat ini telah sesuai seiring kemajuan zaman. Dan bukankah alangkah baiknya apabila pemerintah melakukan evaluasi pada proses belajar bukan semata-mata pada hasil pembelajaran kan? Dalam hal ini tak luput juga pendidikan di Indonesia jangan terbatas pada kemampuan eksak saja seperti ipa dan ips melainkan mesti ada perkembangan dalam pendidikan seni, budaya, dan olahraga.
Senada dengan hal itu, pendidikan juga mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang unggul dan kompetitif mengingat bahwa saat ini telah memasuki era globalisasi dan persaingan menjadi tinggi. Bukan hanya mampu bersaing dengan bangsa lain, namun generasi Indonesia dituntut pula untuk mampu berkontribusi pada negeri ibu pertiwi dengan segenap hati. Amat indah gambaran pendidikan yang kita dambakan selama ini. Kini dibutuhkan tindak lanjut dan aksi nyata membangun pendidikan Indonesia dari segenap pihak mulai dari pemerintah, rakyat Indonesia dan yang dapat dipercaya menjadi pelopor yakni pemuda yang dalam notabenenya menyandang gelar “Mahasiswa”.
Saya yakin suatu saat nanti pendidikan Indonesia akan dipandang oleh bangsa lain dengan kemahsyuran pendidikan bermoral, berkarakter dan berbudayanya. Dimana dalam pencapaiannya pasti ada saja berbagai rintangan yang mempengaruhi kualitas pendidikan Indonesia seperti kurangnya pemerataan pendidikan di pelosok negeri, minimnya fasilitas pendidikan di pedesaan sampai ke ranah sistem pendidikan.
Mulailah untuk mengenal pendidikan Indonesia lebih dekat. Karena sejatinya masih banyak hal yang harus dibenahi saat ini dan benahi pula mindset kita dalam menyikapi segala rintangan bak badai yang menerpa pendidikan negeri ini. Pembenahan ini tentu saja semata-mata bertujuan memajukan pendidikan Indonesia dan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia agar nantinya anak-anak bangsa dapat bersaing di kancah internasional. Jika bukan kita yang peduli akan pendidikan bangsa, siapa lagi? Jika bukan dimulai pembenahan sejak sekarang, kapan lagi?