Monday, June 1, 2015

Simpul Bangsa


Simpul Bangsa : Mahasiswa dan Pemberantasan Korupsi

“Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan obor penerang.”
-          Bapak Willy, Fungsional Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat dari Komisi Pemberantasan Korupsi

Setelah sukses dengan kajian Simpul Bangsa bertemakan DPRD vs Ahok bersama Ketua Departemen Sosial Politik BEM UNJ, Syahril Sidik beberapa waktu yang lalu, kini Simpul Bangsa kembali hadir dengan nuansa pergerakan mahasiswa yang kental. Tepat pada hari Sabtu, 14 Maret 2015 di Gedung Sertifikasi Guru Lantai 9 Kampus A UNJ, Pandu Aksi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (Pandawa FE UNJ) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (BEM FE UNJ) mempersembahkan Simpul Bangsa yang mengusung tema mahasiswa dalam memberantas korupsi.
Tema tersebut diangkat sehubungan dengan maraknya kasus korupsi yang tak kunjung lenyap di Indonesia dan juga polemik yang terjadi antara KPK dan Polri beberapa pekan yang lalu. Dalam kajian ini, dua pembicara yang terundang merupakan Fungsional Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat dari Komisi Pemberantasan Korupsi yakni Bapak Ardiansyah Putra dan Bapak Gumilar Prana Wilaga. Dalam acara ini, Ketua BEM FE UNJ 2015-2016, Achwal Farisi memberikan sepatah kata sambutan yang patut direnungi oleh seluruh civitas akademika. “Negara sakit yaitu negara dimana para akademisnya sangat apatis, pebisnisnya sangat opportunities. Bagaimanakah kita saat ini? Jangan sampai Indonesia menjadi negara sakit nantinya ketika kita, para mahasiswa tidak lagi peduli terhadap ibu pertiwi”, ujarnya.


            Indonesia adalah bumi ciptaan Tuhan dengan segala keindahan dan kekayaan alamnya. Indonesia pun menduduki kategori penduduk terbanyak nomor 4 di dunia. Dengan keberlimpahan alam Indonesia, sudah makmurkah rakyat Indonesia? Tentu saja belum karena korupsi masih menjangkiti negeri permai ini. Korupsi telah menjangkau seluruh aspek kehidupan di masyarakat, oleh sebab itu KPK membutuhkan orang-orang dari berbagai latar belakang tak terkecuali ibu rumah tangga sekalipun. Bapak Gumilar Prana Wilaga yang akrab disapa Bapak Willy ini memaparkan bahwa kaum perempuan memegang peranan penting dalam edukasi mengenai korupsi sedini mungkin di lingkup keluarga. Pasalnya korupsi sangatlah merugikan bangsa. Data terbaru yang disajikan yaitu dana sebesar Rp 168 Triliun merupakan estimasi total biaya eksplisit akibat 1842 koruptor yang diajukan ke meja hijau sepanjang tahun 2001-2012. Sementara itu biaya antisipasi hanya sebesar Rp 15 Triliun merupakan nilai total hukuman finansial terhadap 1842 terdakwa korupsi. Sisanya sebesar Rp 153 Triliun merupakan uang negara yang bersumber dari pembayar pajak. Dana tersebut terbilang bukanlah dana yang sedikit mengingat masih banyak aspek-aspek yang memerlukan perhatian lebih seperti kesejahteraan masyarakat, pengangguran, pendidikan, dan sebagainya.
Lebih jauh lagi menelaah korupsi di Indonesia, fakta yang cukup mengejutkan khalayak publik yakni Indonesia menduduki posisi ke-107 dari 175 di dunia dengan skor CPI 34 pada tahun 2014 lalu. Korupsi di Indonesia sudah begitu masif dan parah rupanya. Para pelaku korupsi pun (koruptor) telah mengalami regenerasi hingga kini para koruptor notabenenya adalah pemuda. Contohnya saja Fihdel Fouz yang masih berusia 29 tahun. 


Menurut Bapak Willy syarat seseorang dikatakan sebagai koruptor apabila hal yang dilakukan melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum, merugikan negara serta meresahkan masyarakat. Lalu bagaimana cara KPK mengatasi korupsi di Indonesia? Bapak Willy mengatakan ada 3 strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK yaitu penindakan berupa memberikan efek jera kepada koruptor, perbaikan sistem sebagai upaya menutup potensi dan peluang korupsi, serta edukasi dan kesadaran publik. Bapak Willy menambahkan, “Dalam pemberantasan korupsi, selain tiga strategi tersebut, diperlukan pula peranan mahasiswa berupa menginformasikan potensi penyimpangan yang terjadi, melaporkan tindak pidana korupsi, membantu memperjelas pengaduan masyarakat, menyajikan fakta bukan opini, memberikan guidance kepada masyarakat tentang bagaimana cara melaporkan kasus korupsi.”
Maka dapat disimpulkan, korupsi bisa terjadi bukan hanya karena ada celah atau kesempatan untuk melakukakan hal tersebut, melainkan pula kurangnya idealis sehingga mudah tergoyahkan karena jabatan yang membuai. Dan sudah seharusnya para mahasiswa bangkit dan menjadi duta anti korupsi dengan cara berlatih sedini mungkin menjadi pribadi yang berintegritas tinggi, pantang terlibat tindak pidana korupsi, turut serta dalam pemberantasan korupsi, dan mengajak masyarakat untuk melakukan hal yang sama yang mungkin bisa dilakukan melalui media kreatif seperti poster, lagu, dongeng dan film pendek. Semoga kedepannya korupsi di Indonesia dapat dihapuskan dengan kinerja KPK yang lebih baik lagi. Jika bukan kita yang turut memberantas korupsi, siapa lagi? Jika bukan sekarang, kapan lagi?


No comments:

Post a Comment