Simpul
Bangsa : Mahasiswa dan Pemberantasan Korupsi
“Daripada
mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan obor penerang.”
-
Bapak Willy, Fungsional Direktorat
Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat dari Komisi Pemberantasan Korupsi
Setelah sukses dengan
kajian Simpul Bangsa bertemakan DPRD vs Ahok bersama Ketua Departemen Sosial
Politik BEM UNJ, Syahril Sidik beberapa waktu yang lalu, kini Simpul Bangsa
kembali hadir dengan nuansa pergerakan mahasiswa yang kental. Tepat pada hari
Sabtu, 14 Maret 2015 di Gedung Sertifikasi Guru Lantai 9 Kampus A UNJ, Pandu
Aksi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (Pandawa FE UNJ) dan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (BEM FE
UNJ) mempersembahkan Simpul Bangsa yang mengusung tema mahasiswa dalam
memberantas korupsi.
Tema tersebut diangkat
sehubungan dengan maraknya kasus korupsi yang tak kunjung lenyap di Indonesia
dan juga polemik yang terjadi antara KPK dan Polri beberapa pekan yang lalu. Dalam
kajian ini, dua pembicara yang terundang merupakan Fungsional Direktorat
Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat dari Komisi Pemberantasan Korupsi yakni
Bapak Ardiansyah Putra dan Bapak Gumilar Prana Wilaga. Dalam acara ini, Ketua
BEM FE UNJ 2015-2016, Achwal Farisi memberikan sepatah kata sambutan yang patut
direnungi oleh seluruh civitas akademika. “Negara sakit yaitu negara dimana
para akademisnya sangat apatis, pebisnisnya sangat opportunities. Bagaimanakah
kita saat ini? Jangan sampai Indonesia menjadi negara sakit nantinya ketika
kita, para mahasiswa tidak lagi peduli terhadap ibu pertiwi”, ujarnya.
Indonesia
adalah bumi ciptaan Tuhan dengan segala keindahan dan kekayaan alamnya.
Indonesia pun menduduki kategori penduduk terbanyak nomor 4 di dunia. Dengan
keberlimpahan alam Indonesia, sudah makmurkah rakyat Indonesia? Tentu saja
belum karena korupsi masih menjangkiti negeri permai ini. Korupsi telah
menjangkau seluruh aspek kehidupan di masyarakat, oleh sebab itu KPK
membutuhkan orang-orang dari berbagai latar belakang tak terkecuali ibu rumah
tangga sekalipun. Bapak Gumilar Prana Wilaga yang akrab disapa Bapak Willy ini
memaparkan bahwa kaum perempuan memegang peranan penting dalam edukasi mengenai
korupsi sedini mungkin di lingkup keluarga. Pasalnya korupsi sangatlah
merugikan bangsa. Data terbaru yang disajikan yaitu dana sebesar Rp 168 Triliun
merupakan estimasi total biaya eksplisit akibat 1842 koruptor yang diajukan ke
meja hijau sepanjang tahun 2001-2012. Sementara itu biaya antisipasi hanya sebesar
Rp 15 Triliun merupakan nilai total hukuman finansial terhadap 1842 terdakwa
korupsi. Sisanya sebesar Rp 153 Triliun merupakan uang negara yang bersumber
dari pembayar pajak. Dana tersebut terbilang bukanlah dana yang sedikit mengingat
masih banyak aspek-aspek yang memerlukan perhatian lebih seperti kesejahteraan
masyarakat, pengangguran, pendidikan, dan sebagainya.
Lebih jauh lagi
menelaah korupsi di Indonesia, fakta yang cukup mengejutkan khalayak publik
yakni Indonesia menduduki posisi ke-107 dari 175 di dunia dengan skor CPI 34 pada
tahun 2014 lalu. Korupsi di Indonesia sudah begitu masif dan parah rupanya.
Para pelaku korupsi pun (koruptor) telah mengalami regenerasi hingga kini para
koruptor notabenenya adalah pemuda. Contohnya saja Fihdel Fouz yang masih
berusia 29 tahun.
Menurut Bapak Willy
syarat seseorang dikatakan sebagai koruptor apabila hal yang dilakukan
melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum, merugikan negara serta
meresahkan masyarakat. Lalu bagaimana cara KPK mengatasi korupsi di Indonesia? Bapak
Willy mengatakan ada 3 strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK yaitu
penindakan berupa memberikan efek jera kepada koruptor, perbaikan sistem
sebagai upaya menutup potensi dan peluang korupsi, serta edukasi dan kesadaran
publik. Bapak Willy menambahkan, “Dalam pemberantasan korupsi, selain tiga
strategi tersebut, diperlukan pula peranan mahasiswa berupa menginformasikan
potensi penyimpangan yang terjadi, melaporkan tindak pidana korupsi, membantu
memperjelas pengaduan masyarakat, menyajikan fakta bukan opini, memberikan
guidance kepada masyarakat tentang bagaimana cara melaporkan kasus korupsi.”
Maka dapat disimpulkan,
korupsi bisa terjadi bukan hanya karena ada celah atau kesempatan untuk
melakukakan hal tersebut, melainkan pula kurangnya idealis sehingga mudah
tergoyahkan karena jabatan yang membuai. Dan sudah seharusnya para mahasiswa bangkit
dan menjadi duta anti korupsi dengan cara berlatih sedini mungkin menjadi
pribadi yang berintegritas tinggi, pantang terlibat tindak pidana korupsi,
turut serta dalam pemberantasan korupsi, dan mengajak masyarakat untuk
melakukan hal yang sama yang mungkin bisa dilakukan melalui media kreatif
seperti poster, lagu, dongeng dan film pendek. Semoga kedepannya korupsi di
Indonesia dapat dihapuskan dengan kinerja KPK yang lebih baik lagi. Jika bukan
kita yang turut memberantas korupsi, siapa lagi? Jika bukan sekarang, kapan
lagi?
No comments:
Post a Comment